Pages

SELINGKUP PENDIDIKAN | PROF. DR. SUHERLI

19 April, 2009

Strategi Mengawal Kebijakan Publik






Suherli Kusmana



1. Pendahuluan
Konsep dasar pemerintahan adalah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan rakyat. Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan manajemen dan politik yang diterapkan oleh kepala pemerintahan. Pendekatan manajemen dijalankan agar implementasi itu berlangsung secara sistematis. Pendekatan politik digunakan untuk menciptakan dukungan yang lebih banyak dari wakil-wakil rakyat terhadap suatu kebijakan yang diperuntukan bagi rakyat. Perpaduan keduanya merupakan sebuah “seni” dalam memimpin suatu organisasi.
Apabila kita cermati kebijakan publik merupakan keniscayaan pemerintahan yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemerintah menghipun sumber daya finansial dari pajak yang berhubungan dengan kepentingan dan aktivitas rakyat. Oleh karena rakyat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk memamaj pemerintahan maka ia harus menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat.
Persoalannya, formasi dan implementasi kebijakan publik itu kerap kurang dipahami secara utuh oleh rakyatnya. Pemerintahan yang dijalankan oleh orang yang tidak amanah cenderung membohongi rakyat karena dianggapnya rakyat tidak tahu. Oleh karena itu, tampaknya diperlukan serangkaian strategi untuk mengawal formulasi dan implementasi kebijakan publik tersebut, terutama di era trasfaransi seperti sekarang ini. Pembohongan terhadap rakyat sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Untuk itulah, rakyat harus cerdas dalam mencermati persoalan pemerintahan dengan menata dan mendorong penerapan strategi untuk mengawal formaulasi dan implementasi kebijakan publik.

2. Sepintas Perkembangan Kebijakan Publik
Kebijakan publik di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Dari kebijakan yang dilakukan secara sentralistik berubah menjadi desentralistik, dari kewenangan pusat menjadi kewenangan daerah otonom, dari semula masyarakat hanya dianggap sebagai pengguna berubah menjadi pengontrol dan pengawas. Dari penyeragaman berubah menjadi keberagaman berdasarkan kerangka dasar yang ditetapkan.
Kebijakan sentralistik dialami dalam tiga periode, yaitu pada masa Orde Lama, Masa Orde Baru, dan Masa Transisi. Kebijakan pada masa Orde Lama masih berorientasi politik. Salah satu contoh kebijakan publik saat itu dilakukan secara sentralistik dalam bidang pendidikan, sebagaimana dijelaskan oleh Tilaar (2000:2) bahwa kebijakan pendidikan di masa ini diarahkan kepada proses indoktrinasi dan menolak segala unsur budaya yang datangnya dari luar. Dengan demikian pendidikan bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, bukan untuk kebutuhan pasar melainkan untuk orientasi politik. Indroktrinasi pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi diarahkan untuk pengembangan sikap militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan di suasana perang dingin pada saat itu.
Sementara itu, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada penyeragaman. Tilaar (2002:3) menjelaskan pendidikan di masa ini diarahkan kepada uniformalitas atau keseragaman di dalam berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal dari organisasi sosial masyarakat, semuanya diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat, sehingga melahirkan disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru.
Pada masa ini pertumbuhan ekonomi yang dijadikan panglima. Pembangunan tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung pada utang luar negeri sehingga melahirkan sistem yang tidak peka terhadap daya saing dan tidak produktif. Berbagai layanan publik tidak mempunyai akuntabilitas sosial oleh karena masyarakat tidak diikutsertakan di dalam manajemennya. Bentuk pembangunan pada saat itu mengingkari kebhinekaan serta semakin mempertajam bentuk primordialisme. Penerapan pendidikan tidak diarahkan lagi pada peningkatan kualitas melainkan pada target kuantitas.
Pada masa transisi, kebijakan publik merupakan masa refleksi terhadap arah pembangunan nasional. Dalam bidang pendidikan, Tilaar (2000:5) menjelaskan bahwa pada masa krisis pembangunan telah membawa masyarakat dan bangsa kepada keterpurukan. Dari krisis moneter berlanjut pada krisis ekonomi dan berakhir pada krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan telah menjadi warna yang dominan di dalam kehidupan dan budaya bangsa saat itu. Oleh karena pendidikan merupakan proses pembudayaan, maka krisis kebudayaan yang dialami merupakan refleksi dari krisis nasional. Pada masa ini direfleksi berbagai pemikiran dalam memajukan sistem pemerintahan kita, sehingga berbagai perubahan dirasakan sangat drastis dan mencengangkan.
Kebijakan pemerintah mengenai Otonomi Daerah merupakan konsekuensi dari keinginan era reformasi untuk menggelorakan kehidupan demokrasi. Salah satu kebijakan publik dalam bidang pendidikan adalah menerapkan kebijakan desentralisasi dan otonomi sekolah. Namun, kebijakan ini kerap kali mendapat tantangan dari dalam, khususnya para pelaksana yang tidak terbiasa dengan kebijakan di era terbaru. Banyak di antara pelaksana pemerintahan hanya mengandalkan kegiatan copy-paste terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Dengan demikian, para pelaksana pembangunan cenderung berlaku konvensional dalam memanaj pemerintahan bagi kepentingan rakyat.

3. Strategi Pengawalan
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengawal formula dan implementasi kebijakan publik. Namun demikian, pada kesempatan ini disajikan Lima Strategi untuk mengawal layanan publik, yaitu (1) menciptakan sistem stabdar layanan; (2) menerapkan Hight-Technology; (3) memberdayakan potensi insan pers; (4) meningkatkan peran lembaga swadaya masayrakat; dan (5) mengembangkan sistem pendidikan kepedulian. Adapun operasional setiap strategi adalah sebagai berikut.

1) Menciptakan Sistem Standar Layanan
Setiap institusi publik harus didorong untuk menerapkan sistem standar layanan, misalnya menggunakan ISO. Sistem ini menuntut setiap pelaksana menerapkan standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Pemerintah harus memiliki jaminan layanan publik yang bersifat universal. Apabila hal ini belum dapat dilaksanakan, maka lembaga layanan publik harus dapat menciptakan standar layanan secara mandiri namun harus dibantu oleh akademisi atau perguruan tinggi. Namun demikian, sangat diperlukan pelaksanaan monitoring dan evaluasi dari pihak independen yang abjektif.

2) Menerapkan Hight Technology
Kelemahan mendasar dari layanan adalah penerapan teknologi dan informasi. Oleh karena itu, pemernitah harus didorong menggunakan fungsi teknologi tingkat tinggi dalam menjalankan aktivitasnya. Penerapan teknologi tingkat tinggi memberi kemungkinan kepada pihak lain untuk melakukan kontrol terhadap suatu kegiatan yang dijalankan, termasuk layanan publik. Pemerintah pusat hingga daerah (kabupaten/kota) harus didorong untuk menerapkan hight technology sehingga kelemahan yang dimiliki SDM pemroses data dapat teratasi.

3) Memberdayakan Potensi Insan Pers
Pihak yang selama ini memiliki ruang publik yang sangat leluasa adalah pers. Melalui suatu pemberitaan akan banyak orang mengetahui suatu informasi yang terjadi dalam waktu singkat. Pers memiliki kode etik dan memiliki kebebasan dalam mengungkapkan suatu kebenaran atau fakta apa adanya. Profesionalisasi insan pers merupakan kekuatan yang sangat besar dalam mengontrol layanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya-upaya agar insan pers berdaya, memiliki jiwa patriotis, objektif, dan profesional dalam memberitakan layanan publik.

4) Meningkatkan Peran Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki konstribusi yang tidak sedikit dalam memajukan bangsa ini. Banyak pegiat LSM yang memiliki nurani dan memiliki jiwa patriotis dalam memajukan bangsa. Para pegiat LSM melakukan aktivitas secara tanpa pamrih, kecuali untuk kepentingan masayrakat secara umum. Oleh karena itu, sangat diperlukan peningkatan peran LSM dalam pengawasan terhadap pemerintah khususnya dalam memformulasikan dan mengimplementasikan layanan publik.

5) Mengembangkan Sistem Pendidikan Kepedulian
Dunia pendidikan kita saat ini telah menuju pada perbaikan yang sangat menggembirakan. Jika negara tetangga telah menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% itu sejak tahun 1979 maka Indonesia sejak tahun 2009 telah menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20%. Sejak tahun 2000 dilakukan penataan pengelolaan pendidikan di Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Dalam konteks pengawasan implementasi kebijakan publik, tampaknya perlu dilakukan pengembangan sistem pendidikan kepedulian. Para siswa perlu dibekali pendidikan kepedulian, kebangsaan, dan wawasan cinta tanah air secara mantap. Arah pendidikan pun bukan pada pencapaian nilai, melainkan pada penerapan nilai-nilai kepedulian.

4. Penutup
Masih banyak hal yang dapat kita lakukan dalam mengawal formulasi dan implementasi kebijakan publik saat ini. Kata kuncinya adalah bahwa setiap komponen bangsa ini harus menunjukkan jati diri atau “karakter” sebagai bangsa yang besar, maju, dan peduli. Selain itu, berbagai upaya harus ditempuh dan dilakukan dalam rangka membangun bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Pandangan-pandangan konvensional tentang warga negara harus segera ditinggalkan dan diubah dengan pandangan yang konstruktif.
Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan peduli. Oleh karena itu, setiap komponen bangsa ini harus dapat menjalankan perannya masing-masing, sekalipun perannya kecil. Setiap komponen bangsa harus bersama-sama menjelmakan sebuah perubahan yang sangat diidamkan setiap orang. Setiap komponen bangsa Indonesia harus memiliki kepedulian untuk memajukan bangsa ini dan mengakselerasi pembangunan agar dapat melakukan lompatan positif agar bangsa ini semakin maju.
Dalam konteks kaderisasi yang sampai saat ini terasa bahwa bangsa ini telah banyak yang terkontaminasi, maka kita harus dapat menjadi “agen pembaharu”. Kita harus memposisikan diri sebagai komunitas yang maju, cerdas, dan modern. Dalam mengawal furmulasi dan implementasi layanan publik, kita harus dapat secara tegas mengejawantahkan strategi pengawalan. Dorongan yang sangat kuat atas kehendak komponen bangsa akan sangat berpengaruh pada “akselerasi” suatu perubahan pada bangsa ini. Mari kita berbuat!


(Makalah ini dipresentasikan pada Latihan Kader II Tingkat Nasional HMI Cabang Ciamis pada tgl 20 April 2009 di Pangandaran)