Pages

SELINGKUP PENDIDIKAN | PROF. DR. SUHERLI

13 Desember, 2010

Mengenal Keterampilan Membaca


oleh Suherli Kusmana
Kegiatan membaca telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia modern. Berdasarkan perkembangan teknologi dan informatika maka pada Abad 21 ini diprediksi akan terjadi suatu gelombang informasi teknologi dan pengetahuan umum yang tersaji melalui buku, surat kabar, majalah, barang cetakan lainnya, dan berbagai media elektronik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat modern memang akan selalu dibombardir oleh berbagai jenis bacaan. Bahan bacaan tersebut telah dirasakan mulai sangat mudah untuk diperoleh. Kondisi ini akan menumbuhkan kesadaran masyarakat modern untuk senantiasa meningkatkan aktivitas membaca agar menjadi pembaca yang efektif dengan menggunakan strategi membaca dalam memahami bahan bacaan secara efisien.
Dalam pandangan lingusitik, kegiatan membaca merupakan kegiatan memaknai lambang-lambang bunyi atau lambang ortografi dalam berbahasa. Pemaknaan lambang tertulis ini akan dapat diwujudkan jika seseorang terlebih dahulu memahami lambang bunyi dan makna bentuk kata dalam suatu untaian kalimat. Pemahaman terhadap lambang-lambang ini tidak terbentuk dengan tiba-tiba, melainkan dilakukan melalui proses belajar.
Dalam menguraikan pengertian membaca secara komprehensif, kita dapat memahami berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu dari pandangan ahli kognitif, ahli sosial, dan pandangan inteksi antara bacaan dengan pengetahuan (text-driven and knowledge-driven operation). Pengertian membaca dari ketiga pandangan ini dapat membantu kita dalam memahami aktivitas membaca. Marilah kita bahas satu per satu!
Menurut padangan ahli kognitif atau ahli teori Gestalt Field dinyatakan bahwa seorang pembaca adalah seperti sebuah komputer, ia memiliki pusat pemrosesan data yang terletak di dalam otaknya (Bernhardt, 1991: 8). Informasi yang diperoleh dari bacaan merupakan input yang diolah oleh otak melalui beberapa tahapan dengan menggunakan hipotesis kausalitas, misalnya “jika…maka…”.
Pemahaman bacaan akan diperoleh apabila hipotesis itu telah dapat dijawab pembaca. Dalam pandangan ini, pembaca dianggap sebagai seorang pemecah permasalahan (problem solver) yang membangun hubungan antara objek dengan makna di kepalanya yang merupakan wujud (internal representation) dari masalah yang sedang dihadapi. Setiap orang dipastikan memiliki internal representation yang berbeda, sekalipun masalah yang dihadapinya sama. Menurut Bernhardt bahwa representasi internal ini merupakan output dari pusat pemrosesan itu. Output tersebut bukan merupakan duplikasi dari inputnya, melainkan intrapersonal conceptualisation atau pemahaman yang unik dari masing-masing individu pembaca. Pemahaman unik ini yang sangat bergantung pada pengalaman dan orientasi pembaca tentang sesuatu hal.
Dalam pandangan ahli sosiologi, kegiatan membaca merupakan kegiatan yang memiliki fungsi sosial. Kegiatan membaca merupakan bagian dari budaya dan sekaligus membangun budaya. Sebuah teks bacaan adalah artefak sosial dan budaya yang memiliki nilai dan norma tertentu. Setiap masyarakat memiliki tatanan nilai dan norma yang unik dan berbeda dengan masyarakat lainnya. Seorang pembaca yang efektif tidak hanya memerhatikan aspek kebahasaan untuk memahami keseluruhan makna yang dibacanya, tetapi juga menggunakan pengetahuannya tentang konteks bacaan, yaitu masyarakat dan budaya tempat teks itu dibuat.
Kegiatan membaca merupakan perpaduan antara pemahaman bentuk dan makna. Ada dua cara memahami bacaan, yaitu memahami bacaan dengan menganalisis teks dan memahami bacaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki pembaca. Biasanya pembaca memadukan kedua cara ini dalam proses pemahamannya. Kegiatan membaca dengan memadukan dua cara ini dinamakan proses membaca yang bersifat “multidimensional and multivariate.” Sebagaimana diketahui bahwa teks itu ada yang terlihat (seen texts) seperti yang terbaca oleh pembaca, dan teks ‘tersembunyi’ (unseen texts) yang merupakan maksud penulis yang biasanya mengandung nilai sosial dan budaya. Oleh karena itu, Bernhardt (1991:73) mengingatkan bahwa dalam membaca tidak cukup memerhatikan kata, kalimat, dan paragraf saja, melainkan juga harus memerhatikan nilai sosial dan budaya. Apabila kedua unsur itu diabaikan maka tidak akan terjadi proses membaca yang benar.
Berdasarkan pandangan tentang interaksi antara teks dengan pembaca, diketahui bahwa selain aspek morfologi dan sintaksis, terdapat struktur teks yang memengaruhi pemahaman seseorang pada bacaan. Dalam pandangannya, hal tersebut dinamakan “rhetorical organisation of texts”. Aspek tersebut cukup penting dalam memahami teks karena di dalam pengorganisasian teks inilah dapat diketahui gagasan dan argumentasi dari penulisnya. Pemahaman yang dimaksud termasuk juga persepsi penulis pada sesuatu hal yang tergambar dari penyusunan gagasan dalam teks.
Bernhardt (1991) menyebutkan ada enam faktor heuristic dalam pemahaman isi bacaan. Tiga faktor berkaitan dengan teks (text driven), yaitu pengenalan kata, proses dekoding fonem-grafem sebagai upaya pencarian makna, dan pengenalan sintaksis. Ketiga faktor ini berhubungan dengan keberadaan teks yang tersaji sebagai bacaan. Tiga faktor lain berhubungan dengan pengetahuan pembaca (knowledge driven), yaitu persepsi pembaca pada isi teks (intratextual perception), metakognisi pembaca (metacognition), dan pengetahuan yang bertemali pada pembaca (prior knowledge). Ketiga faktor terakhir itu sifatnya tersembunyi dan terdapat pada pembaca. Oleh karena itu, dalam mengetahui pemahaman terhadap suatu bacaan selain diperlukan ketepatan dalam memahami unsur linguistik yang berhubungan dengan teks, juga diperlukan pemahaman yang berhubungan dengan pengalaman pembaca.
Ahli pendidikan menyatakan bahwa kegiatan membaca seseorang itu berkaitan erat dengan tujuan dan alasan melakukan kegiatan membaca. Pada umumnya, kegiatan membaca dilakukan untuk kesenangan, minat atau hoby, studi, pengisi waktu senggang, atau menghilangkan kebosanan. Kegiatan membaca dilakukan mungkin karena alasan untuk mengambil bagian dalam masyarakat, atau membaca untuk kegiatan belajar. Untuk pembaca pemula, perhatian lebih diarahkan pada kegiatan membaca sesuai dengan minat atau membaca untuk belajar.
Kegiatan membaca merupakan bagian dari keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan tersebut adalah (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini memiliki hubungan yang hierarkis. Keterampilan membaca yang dimiliki seseorang bertolak dari keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan membaca dibangun oleh kerangka pemahaman aspek kebahasaan yang diperolehnya dari aktivitas menyimak yang dilakukan. Kadar kemampuan ini dibangun pula oleh aktrivitasnya dalam berbicara, sehingga fondasi awal tersebut bertemali secara erat dalam membentuk keterampilan membaca seseorang.