18 Februari, 2011
Buku Kisah SBY
Oleh: Suherli Kusmana
Dewasa ini muncul respons berlebihan tentang buku kisah SBY. Bahkan, permasalahannya semakin melebar dan bernuansa politik, termasuk praduga keliru bahwa buku ini dijual, sebagai buku pelajaran, dan buku ini mengultuskan seseorang. Untuk menghindari perbuatan prasangka jelek, yang dilarang agama kiranya saya perlu menjelaskan sekilas tentang buku SBY ini.
Pusat Perbukuan Kemdiknas sejak 2002 telah melakukan penilaian buku, untuk menjaga mutu buku yang akan digunakan di sekolah. Pada tahun 2006 penilaian Buku Teks Pelajaran diserahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sesuai ketentuan PP 19/2005, sedangkan penilaian buku nonteks pelajaran, yaitu buku pengayaan (pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian), buku referensi, dan buku panduan pendidik dilakukan oleh Panitia Penilai Buku Nonteks Pelajaran (PPBNP).
Penilaian buku nonteks pelajaran dilakukan atas permintaan penerbit atau pemerintah daerah dengan alokasi dana dari Pusat Perbukuan Kemdiknas. Pada tahun 2009 terdapat 2.225 judul buku yang diusulkan penerbit untuk dinilai sebagai buku nonteks pelajaran. Buku yang dinyatakan memenuhi syarat hanya 375 judul buku, yang 10 judul di antaranya berupa buku tentang kisah SBY, yang terdiri atas “Jendela Hati, Jalan Panjang Menuju Istana, Adil Tanpa Pandang Bulu, Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan, Menata Kembali Kehidupan Bangsa, Peduli Kemiskinan, Memberdayakan Ekonomi Rakyat Kecil, Diplomasi Damai, Berbakti untuk Bumi, dan Merangkai Kata Menguntai Nada”. Buku kisah SBY itu ditulis oleh para penulis senior dan berpengalaman, baik dalam penerbitan, jurnalistik, maupun penulisan biografi, namun buku ini bukan buku otobiografi. Buku kisah SBY ini bukan merupakan buku pelajaran. Buku ini termasuk ke dalam buku pengayaan kepribadian. Buku ini hanya merupakan buku bacaan di perpustakaan.
Salah satu program Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 adalah memenuhi ketentuan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Salah satu standar yang ditetapkan adalah ketersediaan buku di perpustakaan sekolah, untuk SD harus tersedia minimal 840 judul, sedangkan SMP minimal tersedia 870 judul buku buku pengayaan; 20 judul buku referensi; dan 30 judul buku panduan pendidik. Oleh karena itu, untuk memenuhi ketentuan ini Kemdiknas menetapkan penyediaan sarana pendidikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), salah satunya dana untuk pembelian buku.
Untuk melakukan pengadaan buku ini pemerintah pusat telah menetapkan ketentuan teknisnya. Salah satu di antaranya, pemerintah kabupaten/kota membentuk Tim Teknis. Tim ini yang berfungsi sebagai pelaksana untuk pengadaan buku di daerah, baik dalam memilih rekanan maupun dalam memilih buku-buku pengayaan yang sesuai untuk para siswa. Tim teknis dapat menentukan dan memilih buku yang telah memenuhi ketentuan kelayakan (ada 2400 judul buku yang dapat dipilih), selain memilih rekanan sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Sekaitan dengan buku SBY ini dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, buku tentang SBY bukan merupakan buku pelajaran, melainkan buku pengayaan kepribadian. Buku yang dapat memberikan gambaran tentang pribadi seorang kepada pembacanya, karena buku pengayaan dapat pula dibaca oleh yang lain selain siswa. Salah satu kisah yang diungkapkan dalam buku itu tentang perhatian seorang presiden kepada rakyatnya. Tentu saja buku tersebut bukan dimaksudkan untuk mengultuskan SBY, melainkan mengungkapkan kepribadian seorang presiden yang dapat dicontoh pembacanya.
Kedua, marilah kita dukung program pemerintah dalam pengadaan buku perpustakaan sesuai ketentuan. Pengadaan buku SBY bukan “dijual dedet” kepada murid, melainkan buku yang dapat dipilih untuk dibeli dari DAK untuk sekolah-sekolah di kabupaten/kota. Kita tidak berharap, karena rongrongan politis program peningkatan sarana perpustakaan menjadi terhambat atau terhenti. Rencana pengadaan buku perpustakaan sekolah ini akan terus berlangsung hingga seluruh sekolah memiliki perpustakaan yang memenuhi syarat. Kita rindu para siswa memenuhi perpustakaan sepulang sekolah.
Ketiga, untuk menghindari objektivitas dalam pemilihan buku pengayaan, Tim Teknis dapat menentukan buku-buku yang cocok untuk peserta didik jenjang SD atau untuk SMP. Tidak ada ketentuan bahwa buku tentang SBY harus masuk ke dalam salah satu buku yang disediakan dari DAK. Tidak ada paksaan untuk itu. Tim Teknis dapat memilih 840 (untuk SD) atau 870 (untuk SMP) judul buku pengayaan, 20 judul buku referensi, 30 judul buku panduan pendidik yang masing-masing 2 eksemplar untuk setiap sekolah. Marilah kita dorong Tim Teknis untuk dapat menjalankan tugasnya secara objektif sesuai dengan ketentuan.
Keempat, dalam menghadapi era digital yang sangat membombardir kepribadian siswa marilah kita terus mengembangkan “minat baca” peserta didik. Marilah kita dorong para siswa untuk banyak membaca agar masyarakat literat yang sedang kita bangun akan lebih cepat terwujud. Kecenderungan belajar hanya melalui audio visual akan dapat membuat peserta didik malas dan tidak cermat dalam bertindak. Oleh karena itu, program pengadaan buku untuk perpustakaan sekolah harus kita dukung terus dengan tidak memunculkan prasangka yang dapat dipolitisasi oleh keleompok tertentu yang akibatnya akan merugikan sekolah dan pendidikan pada umumnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar