Pages

SELINGKUP PENDIDIKAN | PROF. DR. SUHERLI

27 April, 2011

Bahasa Indonesia dan Institusi Bahasa


Oleh: Suherli Kusmana
Bahasa Indonesia merupakan salah satu media yang digunakan untuk membersatukan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 para pemuda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan berikrar dan mengungkapkan sumpah bahwa bangsa, tanah air, dan bahasa yang diakunya adalah Indonesia. Sejak tahun itu para pemuda kita menyadari makna pengakuan atas tiga hal sebagai sumpah yang menjadi modal dasar perjuangan. Sejak saat itu pula, penjajah Belanda merasa semakin sulit melakukan devide et impera sebagai senjata sosial dalam memecah belah bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang diakui dalam Sumpah Pemuda 1928 ditetapkan sebagai lahirnya “bahasa Indonesia”. Bahasa ini pada awalnya merupakan bahasa Melayu yang sering digunakan sebagai bahasa untuk kepentingan berbisnis antar suku. Pemilihan bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu merupakan keputusan yang sangat cerdas. Sekalipun jika saat ini dibandingkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu sudah sangat jauh berbeda. Bahasa Indonesia pada saat ini sudah memiliki “lema” (entry) sampai 90.000 lema (KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat, 2008 yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama). Pada awal penyusunan kamus (1988) jumlah lema hanya 62.100 lema. Sungguh penambahan jumlah lema yang sangat signifikan dalam kurun waktu 20 tahun mencapai 27.900 lema.
Bahasa Indonesia telah berfungsi sebagai bahasa komunikasi keilmuan. Selain itu, Bahasa Indonesia harus digunakan sebagai komunikasi kenegaraan dan pelayanan pemerintahan. Bahkan studi kebahasa-indonesiaan telah banyak dilakukan warga negara asing yang ingin mengetahui Indonesia.
Perkembangan bahasa Indonesia yang demikian dinamis ini berdampak pada lembaga yang mengurusinya. Pada awal pendiriannya, yaitu tahun 1947 Pemerintah RI mendirikan lembaga yang menangani pengelolaan bahasa dan sastra Indonesia dengan nama Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek. Nama dalam bahasa Belanda ini baru berubah menjadi nama dalam bahasa Indonesia pada tahun 1952 menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya. Tujuh tahun kemudian, atau pada tahun 1959 nama lembaga ini kembali diubah menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusasteraan. Nama ini pun bertahan selama 7 tahun, karena pada tahun 1966 kembali diubah menjadi Direktorat Bahasa dan Kesusasteraan. Nama ini juga tidak bertahan lama, setelah Orde Baru berkuasa, nama pengelola dan pembina bahasa dan sastra di Indonesia pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Bahasa Nasional. Enam tahun kemudian, tahun 1975 namanya berubah kembali menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Nama ini bertahan cukup lama karena baru pada tahun 2000 nama lembaga ini diubah menjadi Pusat Bahasa. Sejak Januari 2011 lembaga yang mengelola bahasa dan sastra Indonesia ini pun berubah menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang memiliki dua pusat, yaitu (1) Pusat Pengembangan dan Pelindungan (Pusbanglin) Bahasa dan Sastra dan (2) Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan (Pusbinmas) Bahasa dan Sastra lestarian Bahasa. Semoga kedua pusat ini semakin menunjukkan jati diri bangsa.