Pages

SELINGKUP PENDIDIKAN | PROF. DR. SUHERLI

24 Oktober, 2010

Eksistensi Bahasa Indonesia


Suherli Kusmana

Tanggal 28 Oktober merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal itu, dikukuhkan Sumpah Pemuda yang mengakui tanah air, bangsa, dan bahasa yang satu, yaitu Indonesia. Ikrar politik organisasi kepemudaan pada masa itu telah mampu memacu semangat seluruh elemen rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang bersatu dan berjuang untuk merdeka. Demikian pula pada masa kini, tanggal 28 Oktober selalu menjadi perekat nasionalisme, komitmen, dan perjuangan untuk tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia.
Rongrongan terhadap tanah air dan bangsa dapat dideteksi dengan mudah. Namun, rongrongan terhadap bahasa Indonesia tidak terasa karena ia menyusup melalui pengguna bahasa dalam berkomunikasi. Eksistensi tanah air dan bangsa menjadi tanggungjawab semua pihak dengan TNI sebagai garda paling depan untuk mempertahankannya. Namun, untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia hampir tidak ada yang menghiraukannya. Kecuali, para guru Bahasa Indonesia yang dengan berat ia berjuang paling depan dalam melakukan pembinaan bahasa Indonesia melalui pembelajaran di kelas. Para pemerhati bahasa Indonesia melalui ketajaman penanya pun seringkali membantu melakukan pembinaan bahasa Indonesia melalui tulisan yang cerdas.
Dalam dasawarsa ini, bahasa Indonesia diuji kekuatannya dengan gempuran eksistensi dari bidang-bidang lain, seperti teknologi, bisnis, properti, dan pertunjukan. Bahasa pada dasarnya sangat bergantung pada pengguna, jika pengguna mampu memakai bahasa secara cerdas maka penggunaan bahasa pun positif. Pengguna bahasa memiliki keberagaman latar belakang penguasaan, pemahaman, dan kepentingan sehingga sulit sekali menyatukan keberagaman tersebut. Eksistensi bahasa Indonesia diperlemah oleh penggunanya sendiri.
Dalam bidang binis, seringkali penggunaan bahasa Indonesia menjadi nomor dua. Untuk menunjukkan suatu aktivitas kantor saja harus menggunakan Open dan Closed, misalnya. Padahal pelanggannya orang Indonesia yang telah mengerti kata Buka dan Tutup. Dalam bisnis digunakan istilah soft launching yang mungkin lebih dipahami bangsa Indonesia jika menggunakan istilah perkenalan awal. Bahkan, tukang jahit saja menjadi ikut-ikutan dengan menamai dirinya dengan Maju Makmur Tailor yang maksudnya Penjahit Maju Makmur.
Bidang komunikasi dan informasi yang sangat deras menyerbu pengguna bahasa Indonesia. Pengguna harus menggunakan kata downloud dan uploud yang padanannya sudah disediakan dengan unduh dan unggah untuk masing-masing kata tersebut. Bidang proferti pun mulai kembali menjejali pengguna bahasa dengan istilah yang tidak nasionalis. Penggunaan istilah asing untuk nama-nama perumahan cukup mengganggu penggunaan bahasa Indonesia. Misalnya, di daerah saja digunakan Buana TownRegency padahal lokasi perumahan itu di desa, atau Bandung Garden View, pahadal akan lebih familier jika menggunakan Pesona Bandung atau Taman Pesona Bandung.
Pemerintah, melalui Menteri Perumahan Rakyat sudah mendorong agar penamaan kawasan perumahan menggunakan kearifan berbahasa. Namun, kebijakan itu hanya bertahan beberapa tahun, para pengembang menamai rumah yang dikembangkan dengan cerdas dan arif.
Bidang pertunjukan dan hiburan pun ikut memosisikan bahasa Indonesia sebagai pihak yang termarginalkan di negerinya sendiri. Penggunaan bahasa para pelaku cerita dalam sebuah sinetron menggunakan bahasa yang tidak benar. Skenario sinetron masih banyak menggunakan contoh penggunaan bahasa yang kurang tertib. Dalam bidang pendikan pun, bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sudah mulai digeser kedudukannya oleh bahasa Inggris di sekolah-sekolah RSBI atau SBI. Di sekolah dengan standar internasional ini penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pembelajaran mulai digeser oleh bahasa Inggris.
Eksistensi bahasa Indonesia diuji secara bertubi-tubi dari berbagai bidang. Serbuan yang demikian deras harus dihadapi oleh pengguna bahasa Indonesia. Pengguna yang memiliki kemampuan, pemahaman, dan nasionalis akan dapat mempertahankan eksistensi ini. Namun, jika tidak dibantu oleh berbagai pihak dimungkinkan akan rapuh juga di kemudian hari. Bangsa yang berpendidikan sepatutnya mampu mempertahankan eksistensi bahasanya. Namun demikian, kiranya perlu dibantu berbagai pihak untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia yang telah dicetuskan pada 28 Oktober 1928.
Pertama, untuk membantu eksistensi Bahasa Indonesia lekat di penggunanya diperlukan kebijakan strategis pemerintah Republik Indonesia dalam membina Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pusat Bahasa yang telah ditetapkan pemerintah sebagai Badan Bahasa harus diberi porsi dan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Lembaga ini diberi keleluasaan lebih seperti Menteri Keamanan dan Pertahanan, sebab jika bahasa Indonesia lemah maka ia tidak akan mampu menjadi bahasa pembersatu atau bahasa keilmuan.
Kedua, untuk mendukung program pemerintah pusat yang dilakukan oleh Badan Bahasa tampaknya pemerintah daerah harus mampu menjadi penopang. Pemerintah daerah merupakan pemerintahan yang lebih dekat dengan para pengguna bahasa, sehingga perlu ada kebijakan daerah ihwal perizinan. Misalnya, pemerintah daerah memberikan izin kepada pengembang, pelaku bisnis, atau bidang lain jika ia menggunakan istilah-istilah, nama perumahan, atau nama hotel, unit bisnis waralaba dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pemerintah daerah sepatutnya mendorong nasionalisme penggunaan bahasa, sebagai bentuk kecendekiaan pemakai bahasa di daerah.
Ketiga, sangat diperlukan kearifan dari pengguna bahasa. Bahasa menunjukkan identitas diri. Apabila pengguna bahasa tidak cermat dalam menggunakan bahasanya maka ia juga ceroboh dalam bertindak. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi resmi merupakan alternatif final yang harus dilakukan pengguna bahasa. Semakin tinggi kesetiaan pengguna bahasa dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan resmi berbahasa maka akan semakin kuat eksistensi bahasa Indonesia di antara gempuran berbagai bidang terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam berkehidupan sehari-hari.

0 komentar: