Pages

SELINGKUP PENDIDIKAN | PROF. DR. SUHERLI

12 Juli, 2010

Penilaian Otentik


Oleh: Suherli Kusmana

1.Pendahuluan
Salah satu kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah evaluasi pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan seorang guru paling tidak untuk mengetahui (1) keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan; (2) kemampuan dan daya serap peserta didik terhadap materi yang telah dibelajarkan; dan (3) informasi yang sangat berharga sebagai balikan (feedback) bagi guru dalam memperbaiki kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Untuk dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan benar, terlebih dahulu guru harus memahami terminologi evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Pengukuran (measurement) adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan suatu formula atau skala tertentu yang sesuai dan bersifat kuantitatif. Skala yang digunakan dari suatu pengukuran adalah nominal, ordinal, interval, atau rasio. Penilaian (grading) adalah suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu pengukuran dan bersifat kualitatif (Alderson, 1992). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa penilaian adalah penafsiran skor dari suatu pengukuran untuk memutuskan sesuatu.
Sementara itu, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi pengukuran dan penilaian dalam suatu proses pendidikan yang melingkupi komponen input, proses, maupun output pendidikan (Hughes, 1989; Alderson,1992). Evaluasi dalam khasanah pendidikan di Indonesia menjadi identik dengan penilaian dan sering disebut juga dengan asesmen (assessment) yang berarti pengambilan keputusan berdasarkan pada suatu kegiatan pengukuran terlebih dahulu. Evaluasi pada umumnya hanya dipahami sebagai kegiatan penilaian, padahal untuk melakukan penilaian seorang guru harus melakukan pengukuran.
Keberhasilan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari suatu upaya guru dalam berusaha membelajarkan peserta didik, sedangkan peserta didik berupaya menguasai kompetensi yang telah dibelajarkan. Upaya pendidik dan peserta didik ini akan diketahui dari kondisi keberhasilan pembelajaran, sehingga akan diperoleh informasi seberapa efektif dan efisien kegiatan pembelajaran telah dilakukan bersama antara pendidik dengan peserta didik.
Kemampuan dan daya serap peserta didik merupakan suatu kondisi yang dimiliki peserta didik dalam menguasai seperangkat materi atau seperangkat kompetensi yang dengan sengaja dan sadar dibelajarkan. Kondisi ini dapat diketahui dari evaluasi terhadap upaya pembelajaran yang sedang atau telah dilakukan guru.
Dari suatu evaluasi pembelajaran akan diperoleh informasi yang sangat berharga, sebagai balikan (feedback) atau backwash dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dari data hasil penilaian akan diperoleh informasi bagian materi atau kompetensi yang pada umumnya belum dikuasai oleh peserta didik. Dari data yang ada juga dapat diketahui informasi tentang kehandalan metode, teknik atau media yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila data-data tersebut diberi makna oleh guru maka akan dapat memperbaiki kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Selain itu, informasi ini berarti pula bagi peserta didik dalam merespon kegiatan pembelajaran yang diikutinya.
Namun, kondisi di atas seringkali dipandang bahwa dari suatu evaluasi pembelajaran hanya akan memperoleh informasi tentang nilai. Dari itu, kemudian peserta didik tercipta dalam suatu fenomena yang tidak akademis. Peserta didik akan memandang bahwa nilai sebagai sesuatu yang sangat penting. Pada saat Ujian Nasional pun akhirnya tercipta suatu fenomena yang mengerikan, terjalin kerjasama yang kurang sehat antara guru dengan peserta didik agar nilai UN-nya lebih baik. Ketakutan yang sangat “serius” ini terjadi karena evaluasi hanya dipandang dari satu aspek, hanya nilai. Marilah kita ubah citra evaluasi pembelajaran hanya untuk nilai dengan menerapkan inovasi dalam mengevaluasi kompetensi peserta didik.
Sejalan dengan hal di atas, inovasi dalam evaluasi pembelajaran pun telah banyak dilakukan. Di antaranya, berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi bahwa evaluasi yang dianjurkan adalah penilaian otentik (authentic asessment). Penilaian otentik diharapkan dapat mengubah citra penilaian hanya untuk “nilai”.
Penilaian otentik adalah proses asesmen yang melibatkan beberapa bentuk pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa, prestasi, motivasi, dan sikap yang sesuai dengan materi pembelajaran (Suurtamm, 2004: 497-513). Penilaian otentik mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang kondisi seseorang yang telah belajar, sehingga metode dan teknik evaluasi harus mampu memeriksa perkembangan kemampuannya. Penilaian otentik harus dapat menyajikan tantangan dunia nyata, sehingga peserta didik dituntut menggunakan kompetensi dan pengetahuan yang relevan.
Penilaian otentik dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada kompetensi yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan merupakan bagian dari pembelajaran. Penilaian otentik juga sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar. Penilaian ini dilakukan dengan berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan melalui berbagai cara. Dewasa ini penilaian otentik sedang banyak dikembangkan terutama pada sekolah-sekolah yang telah menetapkan Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).

2. Teknik Evaluasi Pembelajaran
Teknik evaluasi yang digunakan dalam pendidikan terdiri atas teknik tes dan teknik nontes. Pada umumnya teknik nontes yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan adalah wawancara (interview), pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), kuisoner (kuis), riwayat hidup, dan penilaian otentik (autenthic assessment). Teknik tes dapat berbentuk lisan maupun tulisan, bergantung pada respon (jawaban) yang diberikan oleh peserta didik. Jika peserta didik memberikan jawaban secara tertulis sekalipun tes (soal) disampaikan dengan lisan (dikte), tes tersebut termasuk ke dalam bentuk tes tulisan.
Dalam evaluasi pembelajaran dikenal jenis tes objektif dan subjektif. Jenis tes objektif yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, jenjang Pengetahuan (K1), Pemahaman (2), Penerapan (K3), Analisis (K4), Hipotesis (K5), dan Evaluasi (K6), sedangkan soal-soal subjektif hanya digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi, yaitu jenjang analisis (K4), hipotesis (K5), evaluasi (K6), dan kreasi (K7) dalam Taksonomi Bloom (Bloom, 1997). Adapun jenis-jenis tes tersebut adalah sebagai berikut.
a. Soal-soal Subjektif Esai
1) Esai Bebas (mengukur pendapat/pandangan thd sesuatu yang problematis)
2) Esai Berstruktur (esai yang diurut ke dalam beberapa bagian)
3) Esai Terbatas (esai yang problematis tetapi dibatasi oleh pokok persoalan)

b. Soal-soal Objektif Memilih
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)

c. Soal-soal Objektif Menjodohkan
(Menjodohkan dua bagian, kanan dan kiri atau atas dan bawah yang sesuai atau serasi antara soal dengan jawaban)
d. Soal-soal Objektif Melengkapi
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
(a) Klosur Teratur (bagian yang dirumpang tetap, misalnya kata ke-5 dan kelipatannya);
(b) Klosur Tidak Teratur (bagian yang dirumpang bukan berdasarkan urutan kata, namun berdasarakan kesamaan karakteristik bentuk kata, makna kata, atau kesamaan lainnya)
e. Soal-soal Objektif Menjawab
1) Jawaban Singkat (jawaban diungkapkan singkat dalam bentuk kata/frasa)
2) Jawaban Terbatas (jawaban dibatasi oleh lingkup materi)

Teknik-teknik evaluasi sebagaimana di atas seringkali memiliki kelemahan, sekalipun teknik ini dapat mengukur indikator dan prediktor performa akademis. Para penyusun tes cenderung mengukur tentang hal-hal yang harus dikuasai bukan sesuatu yang telah dikuasai siswa. Penyusunan soal cenderung bukan tentang masalah nyata, tetapi sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan guru dalam menggunakan teknik tes tertulis agar dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut.
Teknik nontes yang dapat dipilih guru untuk mengukur kemampuan peserta didik secara aktual adalah penilaian otentik (authentic assessment). Penilaian otentik dapat dilakukan melalui penilaian (1) unjuk kerja (performance); (2) penugasan (project); (3) kinerja (hasil karya/product); (4) portofolio (kumpulan kerja siswa); (5) penilaian diri (self assessment); dan (6) penilaian sikap. Berikut ini akan dibahas bentuk-bentuk penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

2.1 Penilaian Unjuk Kerja (Performance)
Penilaian unjuk kerja dinamakan pula penilaian performansi, yaitu merupakan asesmen yang menuntut siswa untuk melakukan unjuk kerja atau perbuatan. Penilaian jenis ini mengukur kemampuan siswa berbahasa atau bersastra, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan konteks berkomunikasi. Penilaian performansi dapat dilakukan guru, baik pada saat atau setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Dalam melaksanakan penilaian performansi, guru dapat menggunakan format atau pedoman penilaian dalam bentuk pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), atau format isian yang terbagi atas kategori prilaku. Untuk mendapatkan data kuantitatif dari penilaian performansi ini maka setiap kualitas kategori dapat diberi skor yang sesuai.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya.
Penilaian performansi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa secara nyata. Guru dapat memilih dan memilah kompetensi dasar yang dapat diases dengan menggunakan jenis penilaian performansi. Terdapat beberapa kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dari siswa yang hanya dapat diases melalui kegiatan nyata sehingga guru dapat merancang penilaian jenis ini sejak awal berdasarkan analisis terhadap komptensi dasar tersebut.
Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam melaksanakan penilaian performansi ini adalah:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari kompetensi yang harus dinilai;
(2) Menyusun kriteria sebagai deskriptor dari kemampuan yang diukur;
(3) Mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan aspek-aspek yang penentu kemampuan tersebut;
(4) Menentukan kualitas setiap kriteria dari aspek yang diamati.
2.2 Penilaian Penugasan (Project)
Penilaian penugasan atau penilaian projek merupakan bentuk asesmen yang menugaskan siswa untuk menyelesaikan suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu. Tugas tersebut dapat berupa investigasi, pengumpulan data, kemampuan menilai sesuatu atau kegiatan tertentu, atau kemampuan mengorganisasikan. Penilaian projek dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, baik individu maupun kelompok dalam melakukan dan memberikan pengalaman pada suatu topik atau kompetensi tertentu melalui aktivitas berbahasa atau bersastra.
Penilaian projek atau penugasan dapat difokuskan pada dua bagian, yaitu aktivitas siswa selama proses berlangsung dan pada hasil akhir dari kegiatan tersebut. Aspek yang diases dari bagian proses adalah (1) kegiatan perencanaan dan pengelolaan; (2) kerjasama dalam kelompok; (3) kegiatan mandiri; dan (4) kemampuan memecahkan masalah.
Sementara itu, aspek yang diases jika penilaian projek memfokuskan pada bagian hasil akhir adalah (1) kemampuan mengumpulkan data atau materi yang ditugaskan; (2) kemampuan menafsirkan dan mengevaluasi data atau materi; dan (3) kemampuan menyajikan atau mendisplay hasil pengumpulan data dan penafsirannya. Dalam menentukan kualitas kegiatan yang dilakukan, baik pada proses maupun pada hasil akhir siswa dapat mengases secara mandiri. Hasil asesmen siswa ini kemudian divalidasi oleh guru ketika mengases.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penilaian projek ini adalah:
(1) Guru menetapkan kompetensi dasar yang perlu diases melalui penilaian projek;
(2) Guru menetapkan projek yang harus dikerjakan siswa secara mandiri dan yang harus dikerjakan secara berkelompok;
(3) Guru menentukan kompetensi dasar yang harus diases selama kegiatan berlangsung (proses) atau diases hanya pada hasil akhir;
(4) Siswa merencanakan dan melakukan kegiatan projek selama kurun waktu yang ditentukan. Sewaktu-waktu guru dapat mengecek projek yang dikerjakan oleh siswa sebagai bentuk monitoring dan evaluasi.
(5) Selama atau setelah kegiatan projek dikerjakan, guru mengajak siswa untuk menakar diri (mengases secara mandiri) proses atau hasil akhir (produk) yang dikerjakan.
(6) Guru memvalidasi atau menilai ulang proses atau produk dari kegiatan yang dilakukan siswa. Nilai guru merupakan pembanding dari asesmen mandiri yang dilakukan siswa.
2.3 Penilaian Kinerja (Hasil Karya/Product)
Penilaian kinerja atau penilaian hasil karya adalah jenis penilaian otentik yang menitikberatkan pada kemampuan peserta didik dalam membuat suatu produk. Penilaian ini dinamakan pula penilaian produk, namun penilaian yang dilakukan bukan hanya pada hasil akhir, namun juga menilai proses menghasilkan produk tersebut. Produk yang dihasilkan dari penilaian ini adalah karya teknologi atau seni.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia kompetensi siswa yang diukur untuk menghasilkan produk dalam bersastra misalnya berupa naskah puisi, naskah cerpen, naskah novel, naskah drama, dan sejenisnya. Selain itu, produk seni pertunjukan drama atau pentas drama pun termasuk ke dalam kinerja siswa. Kemampuan siswa dalam berbahasa misalnya berupa karangan ilmiah dan laporan suatu kegiatan.
Penilaian yang dilakukan guru meliputi kemampuan persiapan dan proses menghasilkan produk. Penilaian itu meliputi kemampuan merencanakan, menggali, mengembangkan gagasan, dan mendesain hasil karya. Selain itu, penilaian dilakukan juga terhadap produk atau karya peserta didik yang meliputi teknik pengembangan produk, dan proses hasil penyuntingan. Guru dapat pula mengembangkan penilaian terhadap nilai-nilai lain, seperti nilai estetis dan didaktis.
2.4 Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah kegiatan mengases kemampuan siswa dalam mengumpulkan hasil kerja, pemikiran, minat, upaya, dan harapan siswa yang berhubungan dengan standar kompetensi yang dikembangkan. Portofolio atau kumpulan kerja siswa dapat membantu siswa dalam mengimplementasikan pengetahuan dan pemahamannya dalam suatu kegiatan nyata. Kumpulan kerja ini dapat mengingatkan siswa tentang perkembangan dirinya.
Penilaian portofolio sangat bermanfaat karena penilaian jenis ini (1) merupakan bukti otentik dari kemampuan siswa; (2) menggambarkan kemampuan siswa secara utuh; (3) menggambarkan pengalaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran; (4) kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam belajar yang telah dikelompokkan; (5) menakar kemampuan secara mandiri; (6) merupakan bentuk kerja sama antara guru dengan siswa.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menerapkan asesmen portofolio adalah:
1) Pengumpulan
Siswa mengumpulkan hasil kerja sebagai bukti pertumbuhan dan kemajuan belajarnya. Pengumpulan koleksi ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau standar kompetensi yang dikembangkan. Tentu saja tidak semua standar kompetensi dapat diases melalui portofolio, oleh karena itu perlu kejelasan kompetensi yang dikembangkan siswa secara mandiri.

2) Pengorganisasian
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.

3) Merefleksi
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.

4) Mempresentasikan
Siswa memajangkan atau menyajikan hasil kerjanya agar diketahui yang lain. Pemajangan dilakukan di tempat-tempat yang sudah disediakan. Pemajangan juga dapat dilakukan melalui display artefak, baik dalam bentuk folder dinamis maupun dalam bentuk gabungan karya.

3 komentar:

MA NURUL HUDA mengatakan...

wah blogna sae kang salam wae ka blogger ciamis
ieu blog sim abi kang
http://technology-informasi.blogspot.com/

Iwan Ridwansyah mengatakan...

Iwan Ridwansyah (E-5)
Tulisan Prof. sangat bermanfaat bagi saya selaku guru, memang salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah "mengevaluasi" anak didiknya. Namun saya baru menyadari ternyata begitu detailnya teknik evaluasi itu seperti dalam pilihan ganda ternyata banyak aspeknya (selama ini saya belum tahu begitu kompleksya PG), ini membuktikan bahwa peran pengawas pembina masih belum optimal. Tulisan ini membuka mata saya bahwa "mengevaluasi" itu bukan perkara mudah. Terimakasih Prof. atas pencerahannya

Unknown mengatakan...

Bapa sae pisan blogna... ngiring baca baca pa...?

http://dedesuparyanti.blogspot.com/