Karya: Suherli Kusmana
perahu nelayan melaut di dingin embun
derap ombak berkayuh dayung
dan perahu pun lenggang mengalun
menerabas angin dan gelombang kala pasang
menembus gelap berpapahkan cahaya bintang
kala pulang nelayan memasang layar
bercanda lewat hembus angin dan gelombang
mendaratkan sampan penuh ikan
setelah tenaga terkulai di terik siang
di pinggir pantai si anak melambai
bersuka cita menunggu harap
mendulang esok dari tangkapan ikan
wujudkan cita-cita dan impian
kini nelayan tak lagi berteman dayung dan layar
mereka tak lagi harus menghitung arah angin
tenaga tak harus banyak terkuras
tapi ikan mulai menghilang
mungkin karena tak ada lagi terumbu karang
yang hancur dan tertimbun sampah
Banyuasin, Juni 1999
Bulan Pangandaran
Karya: Suherli Kusmana
ketika purnama di pantai Pangandaran
malam bersuka cita mendendangkan kedamaian
ombak dan angin menderu berkejar-kejaran
ikut bersenda bersama awan dan bulan
mereka mementaskan sandiwara alam
di pasir bertikar ini kusaksikan babak demi babak
pentas alam yang membuka cakrawala kehidupan
di bawah sorot bulan kuungkapkan
kesetiaan pada hasrat dan nurani kebenaran
di sunyi malam ini kubaca keagungan-Mu
pencipta jagat raya, pemberi sinar dan cahaya bulan
di tempat ini kutuliskan keindahan malam
sebagai warna bagi harapan dan keinginan
bulan di Pangandaran
menuntun kisah keindahan, kedamaian, dan keagungan
jika bulan hilang
tak ada lagi cerita tentang anak nelayan
tentang harapan kehidupan dan masa depan
Pananjung, Agustus 2000
Peradaban Baru
Karya: Suherli Kusmana
ada anak kecil bertanya-tanya
di pintu kantor perwakilan rakyat peradaban baru
“Apa artinya demokrasi jika aspirasi harus dibayar mahal
dengan keringat, teriakan, dan berbagai atribut serta bendera
ketika kami harus menanggung derita
sedangkan kamu berpangku tangan
di atas kursi kekuasaan
Apa artinya ada pemerintah
jika kami tak bisa sekolah karena mahal
jika ingin sehat harus ditebus dengan mahal
jika ingin makan harus menjual kelapa dengan murah
Apa artinya kemerdekaan
jika anak-anak harus menanggung biaya hidup
dan kehilangan masa kecil yang indah
tempat-tempat bermain disulap teknologi biaya tinggi
di pintu kantormu aku mulai tahu
bahwa kamu tidak tahu aku
anak-anak pewaris masa depan
tidak kamu pikirkan
Ciamis, Mei 2004
Mengharap
Karya: Suherli Kusmana
pada derap panjang kugantungkan harapan
meneratas lempengan tetes jalan batu berliku
mengelupas pelepah ranting kehidupan
yang nyaris terabaikan
masihkah ada harapan
tentang keadilan yang kau janjikan pada suatu siang
saat kau memerlukan dukungan
adakah yang masih berharap pada suatu harapan
yang tak kunjung berujung
pada kenyataan
masihkah semua berharap
tentang sebuah harapan
2 November 2002
Pemuda Harapan
Karya: Suherli Kusmana
seorang kakek tertatih di pintu sekolah
lelah mencari sosok pemuda harapan
setelah hidupnya tak bermakna hingga terasa senja
wahai pemuda penopang masa depan
mulailah mengukir diri dan mengepalkan lengan
menyiapkan hati dan pikiran menjadi rangkaian arah
dalam melayani semua anak bangsa
tanpa memberi pembeda
jadilah pemimpin yang merasakan sulitnya melakoni hidup
dekat dengan rakyat dalam menyusur derita dan tangis
berjalan dalam kesahajaan berpikir dalam kemenangan
dengan tegap dan pasti
jadilah penerus sejarah yang bijak
menapaki seluruh relung gundah dan serapah
hingga terukir keadaan kejayaan bangsa
yang tidak terlalu lama
jadilah pemenang satria gagah berpedang nurani
berpangkal kejujuran, keberanian, kebenaran, berkeadilan
sebagai ahlaq bangsa yang telah terlalu lama hilang
dari banyak sikap para pemuda
jadilah pemuda yang ramah pada bangsanya
memapah kejayaan menjunjung menara singgasana
dengan kepal tembikar di padang kebersamaan
28 Oktober 2006
Satriaku
Karya: Suherli Kusmana
negeri ini sangat kaya tapi miskin kejujuran
bahkan jujur untuk tubuh dan hatinya
jujur untuk tindakan dan perlakuan seluruh jiwanya
bangsa ini sedikit yang tanggung jawab
untuk semua tindak tutur
di kalangan ini sulit sekali tertanam disiplin
ketika semuanya serba boleh dan mungkin
di tanah ini berat juga menanam semangat kerja sama
jika individu lebih tampak ke muka
di antara kita tak ada lagi keadilan
karena selalu membedakan rasa dan perlakuan
dalam pikiran ini mulai hilang masa depan
karena masa lalu mendekap kencang
pada tangan ini telah lenyap kepedulian
ketika derita mencekam sesama
di manakah kau satriaku
ketika semua orang mulai melalaikan
dari dekapan karakter-Mu
datanglah satriaku ke dalam nurani bangsaku
Ciamis, Agustus 2007
Tekan di sini http://www.ziddu.com/finished.php?uid=gfidgahhfcgag&fname=CIMG0356.jpg&sub=done
1 komentar:
assalamualaiku...
bagus pa doktor...
semoga karya puisinya tambah banyak...
MAHASISWA AKTA MENGAJAR UNIGAL 2007-2008
Posting Komentar